Jumat, 14 November 2008

Mengelola Lingkungan lewat UKM Berbasis Limbah

Oleh Estu Retnaningtyas N

MENDENGAR kata limbah, bayangan orang tertuju pada barang sisa, buangan, kotor, dan mencemari lingkungan. Karenanya, wajar jika kita selalu berusaha menjauhkan limbah dari rumah dan lingkungan kita. Namun, ini bukan berarti bahwa kita semua telah melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik dan benar. Masih banyak orang bahkan industri yang membuang limbahnya sembarangan.
Data Pengelolaan Limbah Usaha Kecil (KLH, 2003) menunjukkan bahwa sebagian besar industri pangan di pulau Jawa; seperti industri tahu, tempe, kerupuk, tapioka, dan pengolahan ikan; limbah padat dan cairnya dibuang ke lingkungan, seperti selokan dan sungai. Industri kecil lainnya seperti kerajinan mebel, sandang, kulit, logam, dan elektronik, sebagian juga belum mempunyai instalasi pengolahan air limbah model sistem pengolahan limbah terpusat (IPAL).
Kesadaran akan pengelolaan lingkungan; yang notabene vital untuk mencapai tingkat kehidupan yang sehat, sejahtera, nyaman, dan aman; sekaligus memanfaatkan limbah hasil aktivitas masyarakat dan industri tampaknya perlu ditingkatkan. Upaya pemanfaatan limbah ini selain merupakan bentuk pengelolaan lingkungan yang inheren dengan kualitas hidup manusia, juga merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang dapat membuka lapangan kerja baru.
UNDP (United Nations Development Programme) menilai kemajuan pembangunan suatu negara tidak lagi mengacu pada angka-angka defisit fiskal, laju inflasi, atau neraca pembayaran, tetapi dari perbaikan hidup manusia, mulai dari tingkat kesehatan, pendidikan, sampai jaminan rasa aman, yang disebut Human Development Index (HDI). Sakiko Fukuda-Parr dan AK Shiva Kumar (Readings in Human Development, 2003) mengutarakan ukuran kesejahteraan suatu masyarakat tak bisa dilihat dari peningkatan pendapatan semata.
Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi tidak selalu membuka lapangan kerja baru atau bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat, apalagi meningkatkan pemberdayaan.

Suatu Keniscayaan
Dampak negatif dari industrialisasi dan pertambahan penduduk yang terus meningkat disertai intensitas kegiatannya yang kian tinggi adalah semakin berkurangnya lahan hijau dan bertambahnya limbah. Limbah pun akhirnya menjadi salah satu lingkungan yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Jika penanganannya tidak tepat, limbah dapat menurunkan kualitas lingkungan itu sendiri dan merugikan ekosistem.
Oleh karena itu, pengelolaan limbah menjadi suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindarkan. Pada dasarnya, limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Ecolink, 1996).
Secara garis besar, limbah dapat dibedakan menjadi tiga jenis, pertama limbah organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, rumah tangga, industri dll., yang secara alami mudah terurai (oleh aktivitas mikroorganisme).
Kedua, limbah anorganik, berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau hasil samping proses industri. Limbah anorganik tidak mudah hancur/lapuk. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan bahkan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.
Ketiga, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), merupakan sisa suatu usaha yang mengandung bahan berbahaya/beracun, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya. Secara umum, pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan cara pengurangan sumber (source reduction), penggunaan kembali, pemanfaatan (recycling), pengolahan (treatment) dan pembuangan.
Banyak jenis limbah dapat dimanfaatkan kembali melalui daur ulang atau dikonversikan ke produk lain yang berguna. Limbah yang dapat dikonversikan ke produk lain, misalnya limbah dari industri pangan. Limbah tersebut biasanya masih mengandung: serat, karbohidrat, protein, lemak, asam organik, dan mineral. Dan pada dasarnya, dapat mengalami perubahan secara biologis sehingga dapat dikonversikan ke produk lain seperti: energi, pangan, pakan, pupuk organis, dll.

Konsep Pemanfaatan
Konsep pemanfaatan limbah sebagai upaya untuk membangun usaha kecil dan menengah (UKM), pertama-tama harus diketahui sifat kimia dan fisikanya, sehingga dapat diperkirakan berbagai produk yang mungkin dihasilkan. Kemudian produk yang dipilih dipertimbangkan dengan pasar dan tekno-ekonominya.
Sebagai contoh limbah tulang dari pabrik pengolah daging. Limbah pengolah daging memiliki sifat kimiawi yang didominasi oleh protein (kolagen) di samping mineral (kalsium).
Didasarkan atas sifat kimia tersebut, tulang mempunyai potensi untuk diolah menjadi produk yang berfungsi sebagai sumber protein, yaitu ekstrak tulang dan protein hidrolisat, di samping berupa tepung tulang yang merupakan sumber protein dan mineral. Begitupun dengan jenis limbah lainnya.
Secara singkat, dengan teknologi sederhana, potensi limbah organik yang ditimbulkan oleh industri kecil, khususnya di Pulau Jawa, dapat dimanfaatkan sebagai produk: pangan, pakan, pupuk, sumber energi, bahan bangunan, pulp, bahan kimia dll.
Sebagai contoh, limbah dari industri tahu dan tempe dengan modal yang relatif kecil dapat dimanfaatkan sebagai kerupuk ampas tahu, kembang tahu, kecap ampas tahu, stick tahu; dan dengan proses fermentasi dihasilkan nata de soya dan kecap ampas tahu.
Limbah air kelapa berpotensi dijadikan nata de coco dan coco-softdrink yang berkhasiat menyembuhkan kesulitan buang air kecil. Air kelapa juga dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan asam cuka, alkohol, minuman anggur, dan cairan infus.
Sabut kelapa lewat proses pengolahan sederhana bisa diubah menjadi serat yang merupakan bahan baku utama springbed (kasur pegas) dan jok mobil mewah, kepingan sabut (coco husk chip), dan serbuk (coco dust) yang bisa diolah menjadi media tanaman dan pupuk organik.
Lalu sampah dapat diolah menjadi pupuk kompos. Sampah kering berupa kertas dan plastik misalnya, dapat didaur ulang. Tersedia kemudahan teknologi untuk mengolahnya, dari yang sederhana seperti aerobic composting hingga yang canggih, Autogenous Thermophilic Aerobic Digestion (ATAD).
Teknologi ATAD dari Kanada ini mampu mengatasi kendala area yang terbatas dan lamanya waktu proses dan memproses secara efektif material sampah organik yang mengandung 20% material nonorganik. Hasil akhir dari proses ini adalah pupuk organik yang bersih dan terbebas dari bakteri patogen, sehingga aman bagi manusia dan lingkungan.
Dengan teknologi fermentasi probiotik, limbah organik seperti pucuk tebu, jerami padi, jerami kedelai, dan jerami jagung; dan limbah industri seperti molases, ampas tebu, dedak padi, ampas tahu, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dan ampas kopi, dapat dikembangkan menjadi bahan baku pakan ternak. Upaya ini dapat menutupi berkurangnya pasokan hijauan daun sebagai bahan utama pakan ternak, akibat tingginya pengalihan lahan pertanian ke nonpertanian.
Jika upaya pemanfaatan limbah sebagai basis membangun UKM berhasil, bukan saja merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat yang mampu menggerakkan roda perekonomian dan menciptakan lapangan kerja, tetapi kita juga akan mendapatkan lingkungan sehat, aman, dan nyaman.
Di sinilah seharusnya berbagai elemen masyarakat, baik organisasi nonpemerintah, partai politik ataupun pemerintah memberikan dukungan, baik dalam bentuk manajemen, dana ataupun teknologi.

Penulis adalah asisten dosen Program Pasca Sarjana UGM


0 Comments: